Metroterkini.com - Warga Pulau Rempang di Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, kembali menggelar aksi tolak relokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City pada Minggu (18/8) sore.
Aksi tolak relokasi PSN Rempang Eco City digelar warga Pulau Rempang dengan berbagai kegiatan, seperti pawai keliling menggunakan mobil pick up, hingga membawa hasil pertanian dari sembulang ke simpang sungai raya.
Selain itu, peserta aksi juga berorasi, aksi silat, hingga pembacaan pantun aksi tolak PSN Rempang Eco City. Bahkan, ada seorang ibu menangis tersedu-sedu yang merasa sedih tanah milik nenek moyangnya mau dirampas pemerintah.
"Jangan diambil tanah kami, pak. Jangan ambil tanah saya, pak, tanah nenek moyang saya, pak. Saya mau diam di mana, pak? Anak saya mau sekolah, jangan ambil pak", pinta Nora, seorang warga dari Pasir Merah.
Roziana, warga dari kampung yang sama, mengatakan ia tetap menolak PSN Rempang Eco City lantaran tanah itu merupakan adat ulayat dan tanah nenek moyang yang harus dijaga.
Ia mengatakan HUT RI tahun ini warga Pulau Rempang tidak merayakan kegiatan seperti permainan rakyat karena merasa belum merdeka.
Mereka merasa kampung belum aman dari kaki dan tangan pemerintah yang ingin merampas Pulau Rempang demi SPN Rempang Eco City.
"Baru tahun ini kami tidak merayakan 17 Agustus karena bagi kami belum merdeka. Kampung kami saat ini belum aman karena masih ingin dirampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab", ujar Roziana.
Lebih lanjut, aksi tolak PSN diikuti ratusan warga di Pulau Rempang yang tersebar di 16 titik kampung tua. Beberapa di ataranya, Kampung Sembulang, Pasir Panjang, Blongkeng, Rempang Cate, hingga Tanjung Kertang.
Warga Tanjung Kelengking, Pantai Melayu, Sungai Raya, Hulu Buton, Monggak, Tanjung Colem, Pantai Kalat, Sungai buluh, Dapur Enam, Tanjung Banon, dan Pasir Merah juga ikut turun.
"Harapan saya, mohon kepada pemerintah dengarlah keluh kesah hati kami sebagai rakyat kecil sebab kami ingin mengadu ke siapa. Kami sudah merasa aman ditempat kami, damai, tentram. Janganlah diganggu, biarkan kami hidup di sini dengan anak-anak kami, ibu-ibu kami, nenek moyang kami. Jangan dirampas tanah kelahiran kami", harap Roziana.[**]